Senin, 07 Maret 2011

SALAH SANGKA

“Teng, teng, teng” terdengar suara bel berbunyi. Seperti biasanya, pada saat jam istirahat aku selalu menghabiskan waktuku bersama seorang sahabatku Nayla.
            Nayla dulu adalah anak baru di sekolahku semenjak aku berada di kelas 7 smp di semester 2. Tidak ada yang menonjol dari dirinya. Badanya agak dekil kurus, matanya bulat besar, bibirnya agak tebal, dan mukanya juga tidak terlalu cantik. Tetapi yang aku suka dari dirinya adalah kedisiplinan dan kerapiannya.
            Meski secara fisik ia tidak terlalu sempurna, tetapi mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki, ia terlihat sangat rapi dan sangat menunjukkan kedisiplinannya.
            Aku sering mengajaknya ke kantin sekolahku. Dan disana ia tidak pernah membeli makanan dan minuman yang berlebihan. Hanya sebotol air putih yang dibelinya dengan harga 1500 rupiah. Karena Nayla selalu membawa makanan bekal dari rumah. Katanya makanan dari rumah lebih bersih dan hygenis daripada makanan di kantin sekolah. Itulah hal kedua yang ku acungi jempol darinya.
            Setiap aku pergi bersama Nayla ke kantin sekolah, tak jarang ku menemui sekelompok geng anak-anak perempuan yang tidak lain adalah geng ‘Smabict’ singkatan dari Smart, Beautiful, and Perfect. Mereka adalah sekelompok geng anak-anak perempuan di kelasku.


Geng itu termasuk geng anak-anak yang terkenal dan populer di sekolahku. Dulu sebelum adanya kejadian itu aku termasuk dari sekelompok geng itu. Kejadian? Ya kejadian itu. Kejadian itu berawal dari Sasky. Ya, Sasky. Sasky adalah sahabatku. Tapi itu dulu, mungkin sekarang hanya teman biasa.
Waktu itu aku masih termasuk dalam geng itu. Tetapi setelah kedatangan Sasky yang baru masuk ke geng itu, semua berubah menjadi lain bagiku. Ayah Sasky adalah seorang diplomat. Pada waktu itu ayah Sasky kembali ke tanah air, setelah beliau bekerja di Jerman. Sepulang dari Jerman Ayah Sasky membawakannya sebuah gantungan kunci unik yang cantik dan terlihat harganya sangat mahal.
Semenjak Sasky mendapat gantungan kunci itu, ia berubah menjadi sombong, angkuh, dan memerintahkan setiap anggota geng Smabict untuk membeli gantungan kunci itu di mall terdekat. Memang waktu itu gantungan kunci itu sangat terkenal di kota kami bahkan sampai sekarang pun masih tenar.
Kata Sasky, setiap anggota geng Smabict harus mempunyai gantungan kunci unik itu satu persatu dengan tujuan agar serasi dan kompak. Tetapi aku berpikir panjang mengenai masalah itu. Memang gantungan kunci itu unik dan cantik sesuai dengan nama geng kami. Tetapi harganya sangat mahal sekitar Rp. 650.000 .
Uang sebanyak itu daripada digunakan untuk hal yang tidak penting lebih baik digunakan untuk hal-hal yang penting dan bermanfaat seperti untuk membeli buku, atau di sumbangkan untuk orang yang membutuhkan, atau bahkan untuk di tabung. Hanya itu yang melintas di benakku.
Selain itu, Sasky juga bertindak seenaknya pada geng kami. Hanya anak-anak orang kaya dan mampu saja yang boleh bergabung dalam geng itu. Memang aku termasuk anak orang yang mampu. Segalanya aku punya, dan tidak jarang aku mentraktir teman-teman ku. Tetapi tidak dengan cara yang begitu juga Sasky dan geng Smabict bisa memperlakukan teman-teman yang lain se enaknya sendiri. Mereka se enaknya menyombongkan diri, menindas anak-anak yang kurang mampu, mengejek, mencaci, dan yang lainnya.
Justru aku merasa tidak kerasan bergabung dalam geng itu. Rasanya aku ingin keluar saja dalam geng itu. Tetapi Sasky selalu mencegahnya. Dia tidak mau aku keluar dari geng itu, karena dia sudah menganggapku sebagai sahabatnya. Tetapi apa boleh buat, aku memang sudah tidak nyaman dalam geng itu, dan akhirnya aku  keluar dari geng itu.
Apalagi setelah Nayla baru masuk di sekolah ku, dan akhirnya menjadi temanku. Sasky malah bergejolak, dan tidak jarang ia menindas dan mengejek Nayla sewenang-wenang. Tetapi Nayla tetap bersabar dan berusaha mempertahankan tali pertemanan kami. Semakinn hari, pertemananku dengan Nayla semakin erat. Malah aku menganggapnya sebagai pengganti Sasky.
Semenjak aku berteman bahkan bersahabat dengan Nayla. Sasky semakin menjadi-jadi. Seolah-olah ia tidak mau melihatku berteman denga Nayla. Tidak jarang Sasky memfitnah Nayla yang tidak-tidak kepadaku. Agar aku tidak mau lagi berteman dengan Nayla. Tetapi aku tetap berpegang teguh. Aku yakin Nayla adalah anak yang baik. Aku tahu kesehariannya, aku tahu sifatnya, dan banyak yang ku ketahui tentang sahabat baruku Nayla.
Hingga suatu hari, yang bertepatan dengan hari jadiku yang ke 14 th. Kebetulan Ibu memberiku sebuah gantungan kunci yang sama dengan milik geng Sasky. Tetapi kedatangan gantungan kunci itu tidak membuatku ingin kembali ke geng Smabict. Aku ingin tetap besahabat dengan Nayla.
Aku teringat ketika Sasky mengetahui gantungan kunciku. Ketika itu aku memasang gantungan kunci itu di tas bagian depan. Dan aku berjalan bersama Nayla menuju kelas. Tiba-tiba gantungan kunciku terjatuh. Akhirnya Nayla mengambilnya dan memasangkannya lagi ke tas ku. Dan pada saat itu juga Sasky datang.
Tiba-tiba ia mendorong Nayla, serta mengejeknya.
“Hey, bodoh !! ini gantungan kunci mahal jangan se enaknya kamu memegang gantungan kunci milik sahabatku !!”
Mendengar perkataan itu aku langsung berontak.
“Sasky hentikan !! aku yang menyuruh Nayla memasangkan gantungan kunci itu. Dan itu gantungan kunci milikku, bukan milikmu !! jadi terserah aku dong !!”
Lalu aku membantu Nayla berdiri dan pergi menjauh dari Sasky dan teman-teman se gengnya. Dan aku segera bergegas menuju kelas bersama Nayla. Tetapi ketika aku duduk di kursi dan meletakkan tasku, aku tidak melihat gantungan kunci milikku itu. Akhirnya aku panik mencarinya. Nayla juga membantuku mencari gantungan kunciku.
Aku sangat panik karena itu adalah gantungan kunci pemberian dari ibuku. Aku takut Ibu marah mendengar kejadian ini. Setengah jam sudah aku dan Nayla mencarinya tetapi belum ketemu juga. Tiba-tiba bel berbunyi, itu artinya semua murid masuk kelas dan memulai pelajaran. Akhirnya aku memutuskan untuk melanjutkan mencari gantungan kunci pada saat jam istirahat.
Pada jam ke 3 pelajaran, tiba-tiba Nayla terlihat lesu dan pucat. Akhirnya aku mengantarnya ke UKS sekolah. Tetapi kata penjaga UKS, badan Nayla pada waktu itu kurang stabil dan akhirnya penjaga UKS menyuruh Nayla pulang.
“Teng, teng, teng” terdengar suara bel istirahat. Hari itu aku tidak menghabiskan waktu istirahatku dengan sahabatku. Dan mungkin aku harus mencari gantungan kunciku sendiri untuk kali ini.
Aku duduk di kursi taman sekolah sendiri, sambil memikirkan dimana gantungan kunciku hilang. Tiba-tiba Sasky datang dan kali ini ia tidak bersama teman-teman gengnya.
Dia menghampiriku, dan menanyakan apa yang terjadi. Akhirnya aku menceritakan semuanya. Tetapi jawaban dari bibirnya malah menyakitkan hati. Dia malah berkata Nayla adalah pencurinya. Aku sangat marah, dan pergi meninggalkan Sasky. Tetapi Sasky mengejarku dan meminta maaf padaku. Karena ia meminta maaf akhirnya aku memaafkannya dengan syarat tidak mengulangi pembicaraanya tadi.
Akhirnya Sasky melanjutkan pertanyaannya tadi, dia masih penasaran dimana keberadaan gantungan kunciku. Aku ingat terakhir kali gantungan kunciku hilang ketika Nayla berusaha memasangkannya ke tasku, dan Sasky mendorongnya sampai Nayla terjatuh. Dan aku ingat dimana kejadian itu.
Setelah ku mengingat kejadian itu dan membicarakannya kepada Sasky, akhirnya Sasky mengajakku ke tempat kejadian itu. Sesampainya disana aku dan Sasky berusaha mencari. Tetapi hasilnya tetap tidak ada. Lalu Sasky mulai membicarakan kata-kata yang sebetulnya ia sudah berjanji tidak mengulangi lagi. Tetapi dia mengulangi pembicaraanya lagi. Dia berkata sewaktu Nayla memasangkan gantungan kunci itu ke tasku, tiba-tiba dirinya mendorong Nayla sampai terjatuh, dan bisa saja Nayla menyembunyikan gantungan kunci itu dan diam-diam tidak bilang padaku.
Di perkataan itu, aku mulai paham. Aku bimbang antara percaya dan tidak percaya. Tapi, masak sih Nayla melakukan itu? Aku tahu sifat-sifatt Nayla. Dan tidak memungkinkan kalau dia yang mencuri gantungan kunci itu. Malah dia pernah bilang padaku bahwa dia tidak tertarik pada gantungan kunci itu. Tetapi aku juga sedikit percaya sih, tapi itu hanya 5 persen saja.
Aku tidak berani memutuskan langsung pada waktu itu. Aku masih mencari beberapa bukti untuk mempercayai hal itu secara formal. Akhirnya aku memutuskan untuk melanjutkan debat masalah ini besok pagi saja.
Keesokan paginya, ku berlari menuju kelas. Ku melihat di sekeliling sudut kelas masih sepi tak ada seorang pun. Karena pada waktu itu aku memang sengaja berangkat pagi untuk mencari gantungan kunciku kembali. Tetapi setelah kuletakkan tas ku, tiba-tiba Sasky datang dan menghampiriku.
“Natha . . .” terdengar suara Sasky memanggil namaku.
“Hey, Sasky !!”
“gimana? Udah ketemu gantungan kuncimu?”
“ehmm, belum juga Sas . . .”
“Ooh kalau begitu, ayo kita jalan-jalan sejenak. Sambil mencari gantungan kuncimu. Mungkin saja gantungan kuncimu terjatuh di jalan . . ”
“Ooh ,, ayoo !!”
            Akhirnya aku pergi jalan-jalan mengelilingi sekolah bersama Sasky sambil mencari gantungan kunciku yang hilang. Di sela-sela perjalanan kami juga saling mengobrol.
“Ooh ya Natha, apa orangtuamu tahu tentang masalah ini ?”
“Belum juga Sas, aku takut”
“Takut?”
“Iya, karena gantungan itu pemberian dari ibuku. Dia sudah membelinya dengan harga yang mahal. Masak aku harus menghilangkannya ? aku takut Sasky . . .”
“Ooh, sabar ya pasti ketemu kok.”
            Sudah beberapa menit aku dan Sasky berjalan, tetapi hasilnya sama seperti sebelumnya. Ya, belum ketemu juga. Akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke kelas.
            Setibanya kami di depan pintu kelas terlihat sudah banyak anak yang datang termasuk sahabatku Nayla.
“itu Naylaa . . .” teriakku kepada Sasky.
“Eitzz, tunggu sebentar Nat. Jangan masuk dulu. ”
            Tiba-tiba Sasky melarangku masuk, dan Sasky mengintip Nayla dari luar pintu.
“emangnya kenapa sih Sas?”
“Lihat itu apa yang Nayla bawa . . .”
            Setelah ku mengintip Nayla dari pintu kelas. Aku langsung terkaget ketika melihatnya membawa sebuah kotak kecil. Dan ketika Nayla mengangkatnya sedikit terlihat sebuah gantungan kunci yang hampir sama dengan milikku yang hilang. Aku kaget dan agak tidak percaya. Tetapi Sasky malah membuatku panas atas kejadian itu.
“Nah, lihat itu Nat. Apa dia adalah seorang sahabat yang baik? Pikir ajah. Masak dia tega ngambil gantungan kunci punya sahabatnya sendiri Nat?” kata Sasky kepadaku.
            Aku sedikit tidak percaya. Masak sih Nayla sahabatku yang sudah ku kenal lama mengambil barang berharga dari orangtua ku? Masak sih dia adalah seorang pecuri? Tapi itu jelas di mataku bahwa nayla membawa sebuah kotak kecil yang berisi sebuah gantungan kunci yang hampir sama dengan milikku.
            Akhirnya aku masuk kelas bersama Sasky di belakangku. Dan setelah aku masuk kelas, Nayla langsung tergopoh memasukan kotak itu ke dalam tasnya. Dari situlah aku mulai percaya kalau Nayla sahabatku sendiri yang mengambilnya. Hatiku tersayat-sayat pada saat itu. Tidak menyangka sesosok sahabat baikku yang selama ini kubela dari ejekan-ejekan Sasky adalah pencuri barang berhargaku. Mulai saat itu aku mulai marah dan berusaha cuek darinya. Beberapa sapaan yang dia berikan padaku hanya ku balas dengan kerutan kening dan bibir yang mengkerut. Memang aku sangat marah pada waktu itu.
            Sewaktu jam istirahat, aku merenung di tempat duduku tanpa seorangpun di sampingku. Dan tiba-tiba Nayla menghampiriku sambil membawa kotak itu. Aku penasaran, padahal itu adalah gantungan kunci milikku dan itu adalah curian, Kok malah mau di berikan padaku lagi. Apa karena dia ingin menjadi sok pahlawan? Yang berpura-pura menemukan gantungan kunciku? Aku tetap diam dan cuek padanya.
            Tiba-tiba Sasky datang dan langsung menyeretku keluar. Tapi aku masih penasaran dengan Nayla, tapi ku putuskan untuk mengikuti Sasky saja. Sasky mengajakku berkeliling sekolah bersama anggota gengnya. Karena aku masih belum beradaptasi sepenuhnya, jadi aku hanya diam saja.
            Sudah beberapa menit kami berjalan. Tiba-tiba Sasky mengajakku ke kelas sebelah, tetapi aku menolak karena aku sudah lelah. Dan akhirnya aku kembali ke kelas.
            Sesampainya di kelas, ku melihat sahabatku Nayla duduk di tempat duduknya sambil menangis dan memegangi sebuah kotak yang ku anggap isinya adalah gantungan kunciku yang hilang. Aku penasaran dengan keberadaan Nayla. Akhirnya aku menghampiri Nayla dari belakang dan menepuk punggungnya pelan-pelan.
            Dia menoleh ke arahku dengan pipi memerah, di lumuri air mata, dan putih pucat.
“Kamu kenapa?”
            Dia hanya terdiam sambil menunduk melihat kotak yang dibawanya. Lalu dia memberikan kotak itu kepadaku. Kutarik pita berwarna merah di atas kotak tersebut lalu kubuka kotak itu. Setelah kubuka ternyata dugaanku salah. Memang terlihat sebuah gantungan kunci unik yang hampir sama dengan milikku tetapi agak berbeda sedikit. Terlihat gantungan kunci yang diberikan Nayla lebih sederhana dengan rajutan-rajutan tangan yang terlihat jelas.
            Tertera juga tulisan ‘2N’ pada pita gantungan kunci tersebut.
“Ini untuk siapa Nay?”
“Aku ingin memberikan hadiah ini untuk mu Natha. Memang hadiah ini lebih jelek dari yang asli, tapi aku tidak ingin kamu selalu kerepotan mencari-cari gantungan kuncimu yang hilang. Hadiah ini aku buat sendiri, kalau kamu tidak mau menerimanya tidak apa. Aku bisa menerimanya . . .”
            Mendengar perkataan Nayla itu, aku merasa terharu, aku malu, dan aku menyesal telah menuduh dia yang tidak-tidak. Ternyata selama ini dia telah berusaha membuat gantungan kunci itu untukku. Dengan tekad agar aku tidak kerepotan dan tidak susah-susah lagi mencari gantungan kunciku yang hilang.
“Ooh terima kasih, aku sangat senang Nayla, tapi kenapa kamu menangis Nayla?”
“Aku kira, kamu sudah tahu hadiah yang akan kuberikan. Dan kukira kamu tidak akan mau menerimanya, sampai-sampai kamu pergi menjauhiku dan tidak mau bermain denganku. Dan kurasa hadiahku tidak pantas untukmu”
“Jangan begitu Nayla, aku sangat senang kok dengan hadiah pemberianmu. Bahkan aku ingin memasangnya di tasku sebagai pengganti gantungan kunciku yang hilang.”
“Kalau begitu syukurlah . . ..  !!”
            Aku mengucapkan banyak terima kasih pada sahabatku Nayla. Ternyata aku salah menganggapnya sebagai pencuri. Aku merasa sangat menyesal.
“Ohh ya Nay. Ini artinya apa ?”
“2N ? Natha Nayla :D”
“nama yang bagus sobat J
            Setelah beberapa menit ku berbicara dengan Nayla. Tiba-tiba sasky datang bersama Darla temannya. Setibanya mereka di tempat kami. Sasky malah mengejek Nayla.
“Hey, pencuri gadungan !!! mau apa kamu sok dekat dengan sahabatku Natha ?”
“Sudahlah Sas, Nayla bukan pencuri. Dia Sahabatku !!! “
“Hah? Sahabat? Anak seperti itu yang kamu bilang sahabat? ”
            Di tengah perseteruanku dengan Sasky tiba-tiba Jessy datang. Jessy adalah teman satu geng Sasky dari kelas sebelah. Ia datang sambil membawa sebuah kunci loker milik Sasky. Tapi anehnya pada kunci loker milik Sasky terdapat sebuah gantungan kunci yang sama dengan milikku persis.
            Aku langsung menghampiri Jessy dan merebut kunci loker milik Sasky. Dan ternyata memang benar. Itu adalah gantungan kunci milikku terlihat ada bekas api bakar di bagian kaki teddy bear pada gantungan kunci itu. Aku pun serontak kaget dan terkejut.
“Sasky !! ini milikku?”
“Ehmm, ehh,, aku tidak senga . . .ngaja Nat. a . . aku bisa jelaskan ” jawab Sasky dengan tergagap.
“Tak usah di jelaskan Sas. Ini sudah jelas, aku bisa menerimanya. Bahwa sebenarnya kamu lah pencurinya . . . !!”
“Aaarrrghh . . . terserah, yang penting aku bencii sangaat bencii denganmu !!!” jawab Sasky sambil menunjuk-nunjuk Nayla dan akhirnya Sasky pergi tanpa pamit.
            Dari kejadian itu, aku jadi sadar bahwa sahabat sejati tidak di ukur dari kekayaan yang mereka punya tetapi sahabat sejati di ukur dari kebaikan, ketulusan, serta sahabat yang menerima kita apa adanya.
            Dan aku sadar, meski Sasky telah pergi meninggalkanku. Setidaknya aku telah memiliki Nayla dan DIA TETAP SAHABATKU J.
            Akhirnya sampai sekarang persahabatan kami masih tetap abadi. Dan gantungan kunci pemberian Ibuku telah ku berikan pada sahabatku Nayla dan gantungan kunci pemberian dari Nayla telah ku pasang di tas sekolahku J sebagai tanda persahabatanku dengan Nay.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar